Rabu, 04 Desember 2013

diabetes melitus

LAPORAN PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

DIABETES MELITUS




 






OLEH :

MAHMIAH
NIM 13.107





AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KOTA PASURUAN
2013







LAPORAN PENDAHULUAN

1.      Definisi
Diabetes melitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air) (bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh banyak faktor, Dari definisi penyakit diabetes dan gambaran secara umumnya dapat disimpulkan bahwa penyakit yang lebih sering dikenal sebagai penyakit kencing manis ini adalah penyakit kronik yang diakibatkan oleh: Ketidakmampuan organ tubuh (pankreas) untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang cukup, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh pankreas secara efektif, atau juga karena gabungan kedua-duanya.
Diabetes Mellitus adalah penyakit yang mempengaruhi gula darah, hal ini terjadi karena glukosa (gula sederhana) di dalam darah terlalu tinggi. Sehingga tubuh tidak dapat menggunakan insulin dengan benar atau tidak sempurna. Dalam kinerjanya, makanan setelah cenderung membuat glukosa darah meningkat dan akan merangsang pankreas untuk memproduksi insulin. Insulin bergerak membuat gula ke dalam sel untuk diubah menjadi energi atau sebagai cadangan energi. Namun, jika terlalu banyak glukosa dalam darah sulit untuk membuat insulin bekerja dengan baik. Hal ini dapat terjadi biasanya pada orang yang memiliki usia lebih dari 30 tahun atau lebih tua. Dengan kurangnya aktivitas yang mengeluarkan energi dapat menjadi pemicu tumbuhnya penyakit mellitus. Kadar gula darah dalam batasan normal adalah antara 70-110mg/liter.
Berbagai penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes melitus, antara lain: Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi, sindrom Werner, sindrom Wolfram, leukoaraiosis, demensia, hipotiroidisme, hipertiroidisme, hipogonadisme, dan lain-lain.




2.      Etiologi
Diabetes Melitus terjadi karena kekurangan jumlah hormon insulin atau kurang sempurnanya kerja insulin, yaitu hormon yang bertugas membawa glukosa (gula) darah ke dalam sel untuk pembentukan energi.
Dalam keadaan sehat, tubuh kita akan menyerap glukosa dalam jumlah yang tepat dari makanan, kemudian menyimpan sisanya. Glukosa tersebut diperlukan tubuh sebagai bahan bakar. Glukosa yang diserap dari makanan akan diangkut ke seluruh tubuh melalui aliran darah, kemudian diberikan ke sel-sel organ tubuh yang memerlukan dengan bantuan insulin (hormon yang dihasilkan oleh pankreas). Bila jumlah glukosa berlebih, maka insulin membantu menyimpan kelebihan glukosa tersebut di dalam organ hati dan otot (dalam bentuk glikogen), atau diubah menjadi trigliserida yang disimpan di dalam jaringan penyimpan lemak (adiposa).
Insulin yang berikatan dengan reseptornya (seperti kunci dan anak kunci) dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel. Bila insulin tidak ada atau kerja insulin terganggu, maka glukosa tidak dapat masuk ke dalam sel tetapi berada dalam pembuluh darah sehingga konsentrasi glukosa di dalam darah akan meningkat. Glukosa di dalam darah yang berlebihan dapat menimbulkan berbagai masalah yang disebut komplikasi diabetes.

Factor utama penyebab diabetes mellitus :
1) Banyak Mengkonsumsi Makanan yang Mengandung Gula
Kita semakin sulit menghindari makanan yang mengandung gula, hal tersebut sangat mudah di jumpai seperti es krim, sirup, minuman dalam kemasan, permen, aneka jajanan kue dan lain-lain. Semua makanan dan minuman tersebut kadang tanpa kita sadari mengandung banyak gula. Yang patut diwaspadai adalah gula yang terkandung dalam makanan dan minuman tersebut tidak pernah kita ketahui berapa takarannya. Berbeda jika kita minum teh atau kopi buatan sendiri, yang sudah diketahui berapa sendok teh takarannya. Kita boleh minum teh manis dan kopi selama dalam batas yang wajar.
2) Kurang tidur
Kurang tidur dapat menyebabkan berkurangnya sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh mudah terserang penyakit. Selain itu kebiasaan begadang sambil minum kopi dan merokok mempunyai resiko terkena penyakit diabetes. Oleh karena itu hindarilah kebiasaan begadang, istirahatlah secara cukup, yaitu 8 jam dalam sehari agar tubuh dapat fit kembali.
3) Makan terlalu banyak karbohidrat dari nasi atau roti
Perlu Anda ketahui bahwa tubuh mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mengolah makanan yang Anda makan. Jika Anda makan terlalu banyak karbohidrat, maka tubuh akan menyimpannya dalam bentuk gula dalam darah (glikogen). Jika hal ini berlangsung setiap hari, maka dapat dibayangkan besarnya penumpukan glikogen yang disimpan dalam tubuh. Inilah pemicu awal terjadinya gejala diabetes. Untuk penderita diabetes bisa juga membaca artikel makanan diabetes melitus.
4) Merokok
Merokok merupakan salah satu kebiasaan yang tidak baik selain minum minuman beralkohol. Merokok dapat menjadi pemicu terjadinya diabetes. Selain merusak paru-paru, merokok juga dapat merusak hati dan pankreas dimana hormon insulin diproduksi sehingga dapat mengganggu produksi insulin di dalam kelenjar pankreas.
5) Kurangnya Aktivitas Fisik
Gaya hidup naik mobil ketika berangkat kerja, naik lift ketika berada dikantor, duduk terlalu lama di depan komputer serta kurangnya aktivitas fisik lainnya membuat sistem sekresi tubuh berjalan lambat. Akibatnya terjadilah penumpukan lemak di dalam tubuh yang lambat laun berat badan menjadi berlebih.
Sebagai pencegahan, Anda dapat memperbanyak aktivitas fisik selama bekerja. Misalnya jalan kaki ketika berangkat ke kantor, naik tangga, melakukan senam ringan sehabis duduk terlalu lama dan lain-lain.
6) Faktor Keturunan
Diabetes juga dapat disebabkan karena faktor keturunan atau genetika. Biasanya jika ada anggota keluarga yang menderita diabetes, maka kemungkinan besar anaknya juga menderita penyakit yang sama. Para ahli diabetes telah sepakat menentukan persentase kemungkinan terjadinya diabetes karena keturunan. Jika kedua orang tuanya (bapak dan ibu) menderita diabetes, maka kemungkinan anaknya menderita penyakit diabetes yaitu 83%. Jika salah satu orang tuanya (bapak atau ibu) adalah penderita diabetes, maka kemungkinan anaknya menderita penyakit diabetes yaitu 53%. Sedangkan jika kedua orang tuanya normal/tidak menderita diabetes, maka kemungkinan anaknya menderita penyakit diabetes yaitu 15%.





3.      Klasifikasi
Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus adalah sbb:
      1. Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia 11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang 40.
Karakteristik dari DM tipe 1 adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang semestinya meningkatkan sekresi insulin.
DM tipe 1 sekarang banyak dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD) di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen (HLA) DR3 atau HLA DR4.
Kelainan autoimun ini diduga ada kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang ‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta, antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.

      2.  Diabetes Melitus tipe 2
Tidak seperti pada DM tipe 1, DM tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe 2  ini bervariasi mulai dari yang predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2 resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi glukosa hati dan peningkatan lipolisis.
Defek yang terjadi pada DM tipe 2 disebabkan oleh gaya hidup  yang diabetogenik (asupan kalori  yang berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan secara genetik.  Nilai BMI yang dapat memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.

      3.  Diabetes Melitus tipe lain
-         Defek genetik fungsi sel beta
Beberapa bentuk diabetes dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan dengan onset hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau disebut maturity-onset diabetes of the young (MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin namun kerja insulin di jaringan tetap normal. Saat ini telah diketahui abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah mutasi kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase. Selain itu juga telah diidentifikasi kelaian genetik  yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah proinsulin menjadi insulin.
-         Defek genetik kerja insulin
Terdapat mutasi pada reseptor insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia dan diabetes. Beberapa individu dengan kelainan ini juga dapat mengalami akantosis nigricans, pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran ovarium.
-         Penyakit eksokrin pankreas
Meliputi pankreasitis, trauma, pankreatektomi, dan carcinoma pankreas.
-         Endokrinopati
Beberapa hormon seperti GH, kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja mengantagonis aktivitas insulin. Kelebihan hormon-hormon ini, seperti  pada sindroma Cushing, glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan diabetes. Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya mengalami defek sekresi insulin, dan hiperglikemia dapat diperbaiki bila kelebihan hormon-hormon tersebut dikurangi.
-         Karena obat/zat kimia
Beberapa obat dapat mengganggu sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun tikus) dan pentamidin dapat merusak sel beta. Asam nikotinat dan glukokortikoid mengganggu kerja insulin.
-         Infeksi
Virus tertentu dihubungkan dengan kerusakan sel beta, seperti rubella, coxsackievirus B, CMV, adenovirus, dan mumps.
-         Imunologi
Ada dua kelainan imunologi yang diketahui, yaitu sindrom stiffman dan antibodi antiinsulin reseptor. Pada sindrom stiffman terjadi peninggian kadar autoantibodi GAD di sel beta pankreas.
-         Sindroma genetik lain
Down’s syndrome, Klinefelter syndrome, Turner syndrome, dll.

      4.  Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada waktu kehamilan. Diabetes jenis ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga

  


4.      Patofisiologi


Pancreas yang disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta yang mengeluarkan hormone insulin yang sangt berperan dalam mengatur kadar glukosa darah. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga. Bila isulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel dengan akibat kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalams el dengan akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada diabetes mellitus tipe 1.
Pada keadaan diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak, tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Reseptor insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel. Pada keadaan DM tipe 2, jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak kuncinya (insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa) dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama dengan keadaan DM tipe 1, bdanya adalah pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga bisa ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik, sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di atas, DM juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolism energy.
Sebagian besar patologi diabetes melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin yaitu :
a.       Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel tubuh, yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi 300 sampai 1200 mg per 100 ml.
b.      Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah penyimpanan lemak sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun pengendapan lipid pada dinding vaskuler.
c.       Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Keadaan patologi tersebut akan berdampak :
1)      Hiperglikemia
Hiperglikemia didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi daripada rentang kadar puasa normal 80-90 mg/100 ml darah, atau rentang non puasa sekitar 140-160 mg/100 ml darah. (Corwin, 2001, hlm. 623).
Dalam keadaan insulin normal asupan glukosa atau produksi glukosa dalam tubuh akan difasilitasi (oleh insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa itu kemudian diolah untuk menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa sel otot). Proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah (hiperglikemia). (Long, 1996, hlm. 11).
Secara rinci proses terjadinya hiperglikemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai berikut :
a.       Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel berkurang.
b.      Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa) berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c.       Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat, sehingga cadangan glikogen berkurang, dan glukosa “hati” dicurahkan dalam darah secara terus menerus melebihi kebutuhan.
d.      Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur non karbohidrat) meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah ke dalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak. (Long, 1996, hlm.11).
Hiperglikemia akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti bakteri dan jamur. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi itulah yang membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan mengakibatkan penderita diabetes melitus mudah mengalami infeksi oleh bakteri dan jamur. (Sujono, 2008, hlm. 76).

2)      Hiperosmolaritas
Hiperosmolaritas adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada plasma sel karena adanya peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan osmosis merupakan tekanan yang dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi larutan pada zat cair. Pada penderita diabetes melitus terjadinya hiperosmolaritas karena peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah (yang notabene komposisi terbanyak adalah zat cair). Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa (meningkat kurang lebih 225 mg/ menit). Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan glukosa melalui urin (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan berakibat peningkatan volume air (poliuria).
Akibat volume urin yang sangaat besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik (sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan rasa haus. (Corwin,2001, hlm.636).
Glukosuria dapat mencapai 5-10% dan osmolaritas serum lebih dan 370-380 mosmols/ dl dalam keadaan tidak terdapatnya keton darah. Kondisi ini dapat berakibat koma hiperglikemik hiperosmolar nonketotik (KHHN). (Sujono, 2008, hlm. 77).

3)      Starvasi Selluler
Starvasi Selluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali glukosa. Ada banyak bahan makanan tapi tidak bisa dibawa untuk diolah. Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada yang memfasilitasi untuk masuk sel yaitu insulin.
Dampak dari starvasi selluler akan terjadi proses kompensasi selluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel. Proses itu antara lain :
a.       Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi glukosa dan energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas (keton). Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan rasa mudah lelah.
b.      Starvasi selluler juga akan mengakibatkan peningkatan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Hasil dari glukoneogenesis akan dijadikan untuk proses aktivitas sel tubuh.
c.       Protein dan asam amino yang melalui proses glukoneogenesis akan dirubah menjadi CO2 dan H2O serta glukosa. Perubahan ini berdampak juga pada penurunan sintesis protein. Proses glukoneogenesis yang menggunakan asam amino menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena unsur nitrogen (sebagai unsur pemecah protein) tidak digunakan kembali untuk semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan dalam urine. Ekskresi nitrogen yang banyak akan berakibat pada keseimbangan negative nitrogen. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak (sulit sembuh kalau cidera).
d.      Starvasi sel juga berdampak peningkatan mobilisasi dan metabolisme lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida, dan gliserol yang akan meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi hati untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel. Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organik (keton), sementara keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer pH darah menurun. Pernafasan kusmaull dirangsang untuk mengkompensasi keadaan asidosis metabolik. Diuresis osmotik menjadi bertambah buruk dengan adanya ketoanemis dan dari katabolisme protein yang meningkatkan asupan protein ke ginjal sehingga tubuh banyak kehilangan protein. Adanya starvasi selluler akan meningkatakan mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa ingin makan terus (polifagi). Starvasi selluler juga akan memunculkan gejala klinis kelemahan tubuh karena terjadi penurunan produksi energi. Dan kerusakan berbagai organ reproduksi yang salah satunya dapat timbul impotensi dan orggan tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan mata (muncul rasa baal dan mata kabur). (Sujono, 2008, hlm. 79).
Diabetes mellitus jangka panjang member dampak yang parah ke sistem kardiovaskular, terjadi kerusakan di mikro dan makrovaskular.

5.      Manifestasi klinis
Manifestasi klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapatmempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosasetelah makan karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjaluntuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresisosmotik yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus(polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalamikeseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakinbesar (polifagia) mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Selain itupasien juga mengeluh lelah dan mengantuk (Price and Wilson, 2005).Pada diabetes tipe I, pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis,serta dapat meninggal jika tidak mendapatkan pengobatan dengan segera. Sedangkanpada diabetes tipe II mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dandiagnosis hanya dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium danmelakukan tes toleransi glukosa. Biasanya pasien tidak mengalami ketoasidosiskarena pasien ini tidak defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif (Priceand Wilson, 2005).
Diabetes seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapagejala yang harus diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Pada awalnya, pasien sering kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes melitus, bahkan sampai bertahun-tahun kemudian. Namun, harus dicurigai adanya DM jika seseorang mengalami keluhan klasik DM berupa:
Ø  poliuria (banyak berkemih)
Ø  polidipsia (rasa haus sehingga jadi banyak minum)
Ø  polifagia (banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
Ø  penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Jika keluhan di atas dialami oleh seseorang, untuk memperkuat diagnosis dapat diperiksa keluhan tambahan DM berupa:
Ø  lemas, mudah lelah, kesemutan, gatal
Ø  penglihatan kabur
Ø  penyembuhan luka yang buruk
Ø  disfungsi ereksi pada pasien pria
Ø  gatal pada kelamin pasien wanita
Diagnosis DM tidak boleh didasarkan atas ditemukannya glukosa pada urin saja. Diagnosis ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dari pembuluh darah vena. Sedangkan untuk melihat dan mengontrol hasil terapi dapat dilakukan dengan memeriksa kadar glukosa darah kapiler dengan glukometer.


6.      Pemeriksaan diagnostic
Untuk Dx DM: pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).1,2,3,4,5,7
Antibodi untuk petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3 petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.2
Untuk membedakan tipe 1 dengan tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau pankreas.2

1)      Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Untuk glukosa darah puasa, pasien harus berpuasa 6–12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam waktu 15–20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa 2 jam PP.2,3,4
Darah disentrifugasi untuk mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.

2)      Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa
Metode pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase (GOD) dan metode heksokinase.1,2,8,9
Metode GOD banyak digunakan saat ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.2,8
Metode heksokinase juga banyak digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8 Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998) 3,4,7

3)      Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM
Yang digunakan adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10 Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.1,7
4)      Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC (high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.1,2,10,11
Ø  Metode Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom, kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.2,10
Ø  Metode HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi, serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga direkomendasikan menjadi metode referensi.10
Ø  Metode agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.
Ø  Metode Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.2
Ø  Metode Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.2,10
Ø  Metode Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi, yaitu m mol/L.10
5)      Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM (glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk menghindari komplikasi 2,3,4,5,7,10,11
Nilai yang dianjurkan PERKENI untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya, penentuan HbA1C ini dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.4




6)      Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi DM
Komplikasi spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati. Pemeriksaan laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi spesifik tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis.2,3,4,6,7

7)      Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan).1,2,3,4,5,6,7,12,13,1,15,16 Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin untuk melihat fungsi ginjal.
Mikroalbuminuria: ekskresi albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit.2,3,6,14 Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat.3,4,6 Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya menggunakan antibodi terhadap human albumin.2,6,12,14 Sampel yang digunakan untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.

8)      Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Menurut Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (200 mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.17
Pemeriksaan untuk Komplikasi Aterosklerosis
Pemeriksaan untuk memantau komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol (HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria.4,5,7,18 Pada pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam (karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam setelah makan).


9)      Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya
Pemeriksaan lainnya untuk melihat komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM. Untuk pemeriksaan laboratorium infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler, misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.



7.      Komplikasi
·         Komplikasi akut
            1.     Hipoglikemia
Hipoglikemia, yaitu keadaan dalam kadar gula darah yang rendah, terjadi apabila kadar glukosa darah turun dibawah 50 mg/ dl.
Keadaan hipoglikemi ini dapat terjadi akibat :
a.       Pemberian insulin atau obat oral yang berlebihan
b.      Konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau
c.       Karena aktivitas fisik yang berat.
Hipoglikemia dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat terjadi sebeum makan, khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa makan snack /selingan.
            2.     Diabetik Ketoasidosis
Diabetes ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup jumlah insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada diabetes ketoasidosis :
a.       Dehidrasi
b.      Kehilangan elektrolit
c.       Asidosis (Kelebihan asam di dalam tubuh)
Keadaan ini bila tidak ditangani maka akan menyebabkan penderita jatuh koma.

·         Komplikasi Kronik:
(1)   Komplikasi Makrovaskular (Pembuluh darah besar)
Mekanisme terjadinya komplikasi makrovaskular ini umumnya dihasilkan dari suatu inflamasi/ proses radang yang  kronis dan adanya perlukaan pada dinding arteri di daerah perifer maupun pada sistem pembuluh darah koroner.
Pasien dengan DM tipe 2 memiliki resiko 15 – 40% menderita stroke. Resiko stroke ini berkaitan dengan kemungkinan demensia dengan tingkat kekambuhan yang tinggi sehingga semakin meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas dari diabetes melitus itu sendiri.


(2)   Komplikasi Mikrovaskular
A.    Diabetik retinopati (komplikasi pada organ mata)
Merupakan komplikasi mikrovaskular dari diabetes mellitus yang paling sering ditemukan. Diabetes retinopati menjadi salah satu penyebab utama terjadinya kebutaan setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Kemungkinan terjadinya retinopati pada penderita DM atau komplikasi- mikrovaskular lainnya tergantung pada durasi dan derajat keparahan dari kondisi hiperglikemia yang berlangsung.
B.     Diabetic Nefropati (gangguan ginjal akibat diabetes)
Pasien dengan diabetes melitus sering mengalami gangguan ginjal. Prevalensi nefropati diabetik sekitar 15 tahun dari onset awal diabetes, jadi biasanya terjadi pada pasien berusia lanjut (antara 50-70 tahun). Penyakit ini cukup progresif dan dapat menyebabkan kematian dalam 2 atau 3 tahun dari lesi pertama, dan lebih banyak terjadi pada pria.
Menurut National Kidney Foundation 2010, resiko nefropati akan semakin meningkat pada penderita diabetes dengan usia > 65 tahun, memiliki hipertensi, memiliki anggota keluarga dengan penyakit ginjal kronik, serta merupakan keturunan Asia India atau Indian Amerika. Kelompok individu dengan kriteria yang disebutkan di atas merupakan kelompok resiko tinggi


Faktor resiko terjadinya komplikasi ginjal pada diabetes
Adapun yang menjadi faktor resiko dari munculnya nefropati sebagai komplikasi dari diabetes adalah:
a.       Durasi menderita diabetes yang lama,
b.      Hipertensi,
c.       Merokok
d.      Obesitas
e.       Hiperlipidemia
Yang pada akhirnya secara perlahan namun pasti dapat menyebabkan perubahan struktur renal yang mendukung berlangsungnya penurunan fungsi ginjal itu sendiri.
C.     Diabetik Neuropati (komplikasi diabetes pada susunan syaraf)
Besarnya angka kejadian diabetik neuropati mencapai 20-24% pada seluruh penderita diabetes dan sekitar 50% pasien berkembang PDN 25 tahun setelah diagnosis awal DM
Gejala umumnya diawali sebagai nyeri dimulai dari kaki, diikuti kedua tungkai bawah bagian distal kemudian terakhir baru ke lengan atas. Nyeri yang dirasakan dapat berupa sensasi seperti rasa terbakar, ditusuk-tusuk ataupun hanya berupa kekakuan semata. Rasa nyeri yang ditimbulkan umumnya juga disertai dengan hilangnya sensansi sensoris dan cenderung terasa lebih berat derajat nyerinya di malam hari.
Lebih dari 50% pasien melaporkan adanya gangguan dalam aktivitas hidup sehari-hari akibat nyeri, termasuk dalam hal mobilitas, bekerja, tidur, rekreasi dan aktivitas sehari-hari. Disfungsi Seksual khususnya impotensi pada laki-laki merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti.




  1. Penatalaksanaan medis
Tujuan utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah dan upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler, serta neuropatik. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes ;
  1. Diit
  2. Latihan
  3. Pemantauan
  4. Terapi (jika diperlukan)
  5. Pendidikan/penyuluhan tentang DM

  • Penatalaksanaan Diet
Prinsip umum
Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini :
a)      Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin, mineral)
b)      Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c)      Memenuhi kebutuhan energi
d)     Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman dan praktis
e)      Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
f)       Perencanaan makan
g)      Komposisi
h)      KH : 60-70%
i)        Lemak : 20-25%
j)        Protein : 10-15 %
k)      Jumlah kalori yang disesuaikan dengan pertumbuhan status gizi, umur, status akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
l)        Kolesterol < 300 mg/H, kandungan serat ± 25 gr/H
m)    Konsumsi garam dibatasi ( ada hipertensi)

  • Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama ± 0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE ( continous, rytmical, interval, progresive, endurance training).
a)      Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa berhenti. Contoh bila dipilih joging 30 menit, maka selama 30 menit pasien melakukan joging tanpa istirahat.

b)      Rythmical
Latihan olah raga  harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan rileksasi secara teratur. Contoh jalan kaki : joging, lari, berenang, bersepeda, mendayung, main golf, tenis dan badminton tidak memenuhi syarat karena banyak berhenti

c)      Interval
Latihan dilakukan secara selang-seling antara gerak cepat dan lambat. Contoh jalan cepat diselingi jalan lambat, joging diselingi jalan, dan sebagainya.

d)     Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas riogen sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran heart rate : 75-85 %
Max heart rate      : 920 umur

e)      Endurance Training
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi seperti jalan ( jalan santai/cepat, sesuai umur), joging, berenang dan bersepeda.

Ø  Terapi
Obat hipoglikemi oral (OHO)
a)      Sulfonilurea
Bekerja dengan cara:
-          menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan
-          menurunkan ambang sekresi insulin
-          menaikkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa

b)      Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal

c)      Inhibitor α glukosidase : obat ini bekerja secara kompetitif menghambat kerja enzim α glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.

d)     Insulin sensitizing agent : thoazolidinediones adalah golongan obat yang mempunyai efek farmakologi menaikkan sensetivitas insulin sehingga bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai masalah  akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.

Insulin
Indikasi pengunaan insulin pada NIDDM adalah
·         DM dengan berat badan menuruncepat/kurus
·         Ketoasidosis, asidosis laktat dan koma hiperosmolar
·         DM mengalami stres berat ( infeksi sistemik, operasi berat dan lain-lain)
·         DM dengan kehamilan / DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan
·         DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral dosis maksimal atau ada kontra indikasi dengan obat tersebut
Ø  Penyuluhan
Penyuluhan untuk pencegahan primer : Kelompok resiko tinggi
Materi penyuluhan : Faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya diabetes dan usaha untuk mengurangi faktor resiko tersebut
Penyuluhan untuk pencegahan skunder : Kelompok pasien diabetes terutama yang baru
  • Materi penyuluhan
  1. Apa itu diabetes mellirus
  2. Penatalaksanaan diabetes
  3. Obat-obat untuk diabetes
  4. Perencanaan makan
  5. Diabetes dengan kegiatan jasmani/olah raga
  6.  
  • Materi penyuluhan tingkat lanjutan
  1. Mengenai dan mencegah komplikasi akut DM
  2. Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
  3. Makan diluar rumah
  4. Perencanaan untuk kegiatan-kegiatan khusus
  5. Pemeliharaan/ perawatan kaki

Penyuluhan untuk pencegahan tersier : Pasien diabetes yang sudah mengalami komplikasi
  • Materi penyuluhan
  1. Maksud dan tujuan cara pengobatan pada komplikasi kronik diabetes
  2. Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
  3. Kesabaran dan ketangguhan untuk dapat menerima dan memanfaatkan keadaan dengan komplikasi kronik

Ø  Panduan praktis menu diet untuk penyakit DM
  1. Makanan yang tidak dianjurkan untuk penderita DM
Makanan yang cepat terserap menjadi gula, spt: gula pasir, gula jawa, buah-buahan yang diawetkan dengan gula, dodol, bolu,selai, kue-kue manis, permen, permen cokelat, biscuit, sirup, soft drink, susu kental manis dan es krim.
  1. Makanan yang dianjurkan
Makanan yang nengandung karbohidrat dan tinggi serat dan tidak terlalu halus, spt: roti biji gandum, ubi jalar, kentang, talas, biscuit berserat, sayur-sayuran, kacang-kacangan, dan buah-buahan segar.
  1. Sumber serat dari sayur-sayuran
Kembang kol, tauge, ketimun, rebung, jamur segar, seledri, kangkung, pepaya muda, labu siam, selada, gambas, lobak, cabai hijau besar, labu, terong, tomat dan sawi.
  1. Buah-buahan yang dianjurkan
Buah-buahan yang kurang manis, spt: pepaya, kedondong, salak, pisang, apel.
  1. Buah-buahan yang dihindari/dibatasi, spt :
           Sawo, nenas, rambutan, durian, nangka, anggur.

Contoh Menu Berdasarkan Daftar Bahan Makanan Penukar
KEBUTUHAN BAHAN MAKANAN DALAM PENUKAR DIET 1700 KALORI
SEHARI
(P)
PAGI
(P)
SIANG
(P)
SORE
(P)
SNACK
(P)
·         Nasi/Penukar
·         Ikan/Penukar
·         Daging/Penukar
·         Tempe/Penukar
·         Sayuran A
·         Sayuran B
·         Buah/Penukar
·         Minyak/Penukar
5
2
1
3
S
2
4
4
1
-
1
-
S
-
-
-
2
1
-
1

1
1
2
2
1
-
1
S
1
1
2
-
-
-

-
-
2
-
Ket : S = Sekehendak

CONTOH MENU DM 1700 KALORI
Waktu
Bhn Makanan  Penukar
Kebutuhan Bahan
Contoh Menu
PAGI
Roti
Margarin
Telur
2 iris
½ sdm
1 btr
Roti panggang
Margarin
Telur rebus
Teh panas
10.00
Pisang
1 buah
Pisang
SIANG
Nasi
Udang
Tahu
Minyak
Sayuran
Kelapa
Jeruk
11/2 gelas
5 ekor
1 potong
½ sdm
1 gelas
5 sdm
1 buah
Nasi
Oseng-oseng
Udang,tahu,cabe ijo
Urap sayuran


Jeruk
16.00
Duku
16 buah
Duku
MALAM
Nasi
Ayam
Kacang merah
Sayuran
Minyak
Apel Malang
11/2 gelas
1 potong
2 sdm
1 gelas
½ sdm
1 buah
Nasi
Sop ayam + Kacang merah
Tumis sayuran

Apel

Sumber : *  Practice guidelines for medical nutrition therapy provided by dietition for persons with NIDDM. J Am Diet Assoc. 1995.
·         PB PERKENI, 1993: Konsensus pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia

Ø  Anjuran gizi seimbang pada penderita Diabetes
a.       Makanlah aneka ragam makanan.
b.      Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi (capai dan pertahankan berat badan normal).
c.       Makanlah makanan sumber karbohidrat, sebagian dari kebutuhan energi (pilih karbohidrat kompleks dan serat, batasi karbohidrat sederhana)
d.      Batasi konsumsi lemak, minyak dan santan sampai seperempat kecukupan energi.
e.       Gunakan garam beryodium (gunakan garam secukupnya saja).
f.       Makanlah makanan sumber zat besi (Fe)
g.      Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 4 bulan
h.      Biasakan makan pagi
i.        Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya
j.        Lakukan kegiatan fisik dan jasmani secara teratur
k.      Hindari minuman beralkohol
l.        Makan makanan yang aman bagi kesehatan
m.    Bacalah label pada makanan yang dikemas











KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Diaknosa keperawatan yang mungkin muncul
a.       Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan
nutrisi yang tidak adekuat, masukan dibatasi.
b.      Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi metabolik, insufisiensi insulin,
peningkatan kebutuhan energi.
c.       Perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek obat, xerostomia,
kesulitan mengunyah, perubahan pengecapan, oral hygiene tidak adekuat, gigi rusak atau hilang.
d.      Kurang pengetahuan tentang masalah dan penanganan penyakit berhubungan dengan kurang mendapat informasi.

2.      Intervensi

Diagnosa a : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan nutrisi yang tidak adekuat.
Tujuan keperawatan: Menjamin masukan nutrisi yang adekuat.

Intervensi
Rasional
1.Timbang berat badan klien (tanyakan   berapa berat badan terakhir).
2.Anjurkan klien makan makanan porsi sedikit tapi sering.

3.Anjurkan klien untuk menghindari kopi, alkohol, dan merokok



4.Anjurkan mengkonsumsi vitamin B kompleks, tambahan diet lain sesuai indikasi.
5.Berikan klien petunjuk makanan sehari-hari untuk lansia
1.Memberikan informasi tentang kebutuhan diet/keefektifan intervensi.
2.Makanan sedikit menurunkan kelemahan dan membantu proses pemulihan.
3.Kafein dapat meningkatkan aktivitas lambung, rokok dapat mengurangi sekresi pancreas sehingga menghambat netralisasi asam lambung, juga memacu kerja jantung.
4.Memperbaiki kekurangan dan membantu proses penyembuhan.

5.Membantu klien untuk mengatur pola diet sehari-hari.

Diagnosa b : Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, kebutuhan energi meningkat.
Tujuan keperawatan : Menunjukkan peningkatan tingkat energi


Intervensi
Rasional
1.Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas yang dapat ditoleransi\
2.Anjurkan klien untuk istirahat yang cukup
3.Kaji faktor yang dapat meningkatkan dan mengurangi kelelahan

4.Diskusikan bersama klien hal-hal apa yang dapat menimbulkan kelelahan
1.Mencegah kelelahan yang berlebihan

2.Mengembalikan energi yang telah terpakai / pengumpulan energi.
3.Membantu dalam pembuatan diagnosa dan kebutuhan terapi ataupun intervensi
4.Memberi kesempatan kepada klien untuk bersama-sama perawat mengidentifikasi hal-hal / aktivitas yang perlu dihindari.


Diagnosa c : Perubahan membran mukosa mulut berhubungan dengan efek obat, xerostomia, kesulitan mengunyah, perubahan pengecapan, oral hygiene tidak adekuat, gigi rusak atau hilang.
Tujuan keperawatan : Menjamin perbaikan membran mukosa mulut


Intervensi
Rasional
1.Beritahu klien bahwa mulut yang kering dapat disebabkan oleh efek obat dan harus dievaluasi sebelum memulai obat simptomatik.
2.Beri tahu klien bahwa mengunyah permen karet atau menhisap permen yang asem dapat merangsang produksi saliva (bila dapat ditoleransi)
3.Anjurkan klien untuk minum 10-12 gelas/hari
4.Anjurkan klien untuk menghindari mencuci mulut dengan bahan yang mengandung alkohol.
5.Anjurkan klien untuk menghindari rokok

6.Anjurkan klien agar teratur dalam melakukan oral hygiene
1.Memberikan pemahaman kepada klien tentang sebab keringnya mukosa mulut dan pentingnya untuk melakukan evaluasi.
2.Sebagai informasi bagi klien tentang cara lain untuk mencegah mulut kering


3.Membantu memberikan kelembaban pada mukosa mulut.
4.Dapat menimbulkan eksoserbasi pada mulut.

5.Rokok dapat menimbulkan eksoserbasi pada mulut dan dapat mengiritasi membran mukosa mulut.
6.Mulut yang kering dapat meningkatkan resiko kerusakan lidah dan gigi.

Diagnosa d : Kurang pengetahuan tentang masalah dan penanganannya berhubungan dengan kurang mendapat informasi.
Tujuan keperawatan : Meningkatkan pengetahuan klien tentang pengertian penyakit, faktor yang dapat mendukung munculnya masalah kesehatan yang dihadapi dan penanganannya: Meningkatkan kesadaran klien tentang pengaturan diet dan kebiasaan makan.

Intervensi
Rasional
1.Kaji pengetahuan klien tentang masalah kesehatan yang dialami.

2.Identifikasi bersama klien kebiasaan yang memungkinkan munculnya masalah
3.Anjurkan klien untuk teratur mengkonsumsi obat-obatan penurun glukosa darah sesuai resep (kolaborasi)
4.Berikan klien daftar zat-zat yang harus dihindari (misalnya: kafein, nikotin, permen, coklat, makanan yang manis, dll)
5.Anjurkan klien untuk menyesuaikan diet dengan makanan yang disukai, pola makan dan jumlah yang dibutuhkan.
6.Jelaskan kepada klien informasi tentang diabetes mellitus yang meliputi: pengertian, penyebab, gejala klinik dan cara penanggulangannya.

7.Berikan dorongan kepada klien untuk mematuhi semua saran-saran yang disampaikan oleh perawat.
8.Berikan klien kesempatan bertanya tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi
1.Membantu menentukan hal spesifik yang akan menjadi topik/materi penyuluhan.
2.Membantu klien mengidentifikasi hubungan kebiasaan dengan masalah yang dihadapi saat ini.
3.Memberikan dorongan kepada klien agar konsisten terhadap program penyembuhan.
4.Memberikan informasi kepada klien dan panduan agar dapat dipatuhi.


5.Memberi kesempatan kepada klien untuk bekerjasama dengan perawat dalam pengaturan diet.

6.Informasi yang diberikan kepada klien bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang hal-hal yang berhubungan dengan DM dan penanganannya.
7.Meningkatkan kesadaran klien tentang pengaturan diet dan kebiasaan makan.

8.Memberikan kesempatan kepada klien untuk mencari informasi tentang hal-hal yang belum diketahui dan dipahami.
  









DAFTAR PUSTAKA

ü  Arif Mansjoer, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3,Jilid I, Media Aesculapius
FKUI Jakarta
ü  Brunner & Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah, volume 2. Jakarta: EGC.

ü  Doenges, M. E, et all. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC

ü  Miller, C.A. (1995).  Nursing care of Older Adults, Theory and Practice.  Philadelphia : J.B. Lippincott Company
ü  Nettina, S.M. (2002), Pedoman Praktek Keperawatan, Penerbit EGC Jakarta
ü  Soeparman & Waspadji,. (1998),. Ilmu penyakit dalam, (jilid 1). Jakarta: FK UI

ü  Utama, H. (2004). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.s Jakarta:  FK UI
ü  PB. PERKENI. (2002). Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia.
ü  http: //www.homestead.com/ dr erik /kodrat2. html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar