LAPORAN
PENDAHULUAN DAN KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
DIABETES MELITUS
OLEH :
MAHMIAH
NIM 13.107
AKADEMI KEPERAWATAN
PEMERINTAH KOTA PASURUAN
2013
LAPORAN PENDAHULUAN
1.
Definisi
Diabetes
melitus, DM (bahasa Yunani: διαβαίνειν, diabaínein, tembus atau pancuran air)
(bahasa Latin: mellitus, rasa manis) yang juga dikenal di Indonesia dengan
istilah penyakit kencing manis adalah kelainan metabolik yang disebabkan oleh
banyak faktor, Dari definisi penyakit diabetes dan gambaran secara umumnya
dapat disimpulkan bahwa penyakit yang lebih sering dikenal sebagai penyakit
kencing manis ini adalah penyakit kronik yang diakibatkan oleh: Ketidakmampuan
organ tubuh (pankreas) untuk memproduksi hormon insulin dalam jumlah yang
cukup, atau tubuh tidak dapat menggunakan insulin yang telah dihasilkan oleh
pankreas secara efektif, atau juga karena gabungan kedua-duanya.
Diabetes
Mellitus adalah penyakit yang mempengaruhi gula darah, hal ini terjadi karena
glukosa (gula sederhana) di dalam darah terlalu tinggi. Sehingga tubuh tidak
dapat menggunakan insulin dengan benar atau tidak sempurna. Dalam kinerjanya,
makanan setelah cenderung membuat glukosa darah meningkat dan akan merangsang
pankreas untuk memproduksi insulin. Insulin bergerak membuat gula ke dalam sel
untuk diubah menjadi energi atau sebagai cadangan energi. Namun, jika terlalu
banyak glukosa dalam darah sulit untuk membuat insulin bekerja dengan baik. Hal
ini dapat terjadi biasanya pada orang yang memiliki usia lebih dari 30 tahun
atau lebih tua. Dengan kurangnya aktivitas yang mengeluarkan energi dapat
menjadi pemicu tumbuhnya penyakit mellitus. Kadar gula darah dalam batasan
normal adalah antara 70-110mg/liter.
Berbagai
penyakit, sindrom dan simtoma dapat terpicu oleh diabetes melitus, antara lain:
Alzheimer, ataxia-telangiectasia, sindrom Down, penyakit Huntington, kelainan
mitokondria, distrofi miotonis, penyakit Parkinson, sindrom Prader-Willi,
sindrom Werner, sindrom Wolfram, leukoaraiosis, demensia, hipotiroidisme,
hipertiroidisme, hipogonadisme, dan lain-lain.
2.
Etiologi
Diabetes
Melitus terjadi karena kekurangan jumlah hormon insulin atau kurang sempurnanya
kerja insulin, yaitu hormon yang bertugas membawa glukosa (gula) darah ke dalam
sel untuk pembentukan energi.
Dalam keadaan sehat, tubuh kita
akan menyerap glukosa dalam jumlah yang tepat dari makanan, kemudian menyimpan
sisanya. Glukosa tersebut diperlukan tubuh sebagai bahan bakar. Glukosa yang
diserap dari makanan akan diangkut ke seluruh tubuh melalui aliran darah,
kemudian diberikan ke sel-sel organ tubuh yang memerlukan dengan bantuan
insulin (hormon yang dihasilkan oleh pankreas). Bila jumlah glukosa berlebih,
maka insulin membantu menyimpan kelebihan glukosa tersebut di dalam organ hati
dan otot (dalam bentuk glikogen), atau diubah menjadi trigliserida yang
disimpan di dalam jaringan penyimpan lemak (adiposa).
Insulin yang berikatan dengan
reseptornya (seperti kunci dan anak kunci) dapat membuka pintu masuknya glukosa
ke dalam sel. Bila insulin tidak ada atau kerja insulin terganggu, maka glukosa
tidak dapat masuk ke dalam sel tetapi berada dalam pembuluh darah sehingga
konsentrasi glukosa di dalam darah akan meningkat. Glukosa di dalam darah yang
berlebihan dapat menimbulkan berbagai masalah yang disebut komplikasi diabetes.
Factor utama penyebab diabetes
mellitus :
1) Banyak Mengkonsumsi Makanan
yang Mengandung Gula
Kita semakin sulit menghindari
makanan yang mengandung gula, hal tersebut sangat mudah di jumpai seperti es
krim, sirup, minuman dalam kemasan, permen, aneka jajanan kue dan lain-lain.
Semua makanan dan minuman tersebut kadang tanpa kita sadari mengandung banyak
gula. Yang patut diwaspadai adalah gula yang terkandung dalam makanan dan
minuman tersebut tidak pernah kita ketahui berapa takarannya. Berbeda jika kita
minum teh atau kopi buatan sendiri, yang sudah diketahui berapa sendok teh
takarannya. Kita boleh minum teh manis dan kopi selama dalam batas yang wajar.
2) Kurang tidur
Kurang tidur dapat menyebabkan berkurangnya
sistem kekebalan tubuh sehingga tubuh mudah terserang penyakit. Selain itu
kebiasaan begadang sambil minum kopi dan merokok mempunyai resiko terkena
penyakit diabetes. Oleh karena itu hindarilah kebiasaan begadang, istirahatlah
secara cukup, yaitu 8 jam dalam sehari agar tubuh dapat fit kembali.
3) Makan terlalu banyak
karbohidrat dari nasi atau roti
Perlu Anda ketahui bahwa tubuh
mempunyai kemampuan yang terbatas dalam mengolah makanan yang Anda makan. Jika
Anda makan terlalu banyak karbohidrat, maka tubuh akan menyimpannya dalam
bentuk gula dalam darah (glikogen). Jika hal ini berlangsung setiap hari, maka
dapat dibayangkan besarnya penumpukan glikogen yang disimpan dalam tubuh.
Inilah pemicu awal terjadinya gejala diabetes. Untuk penderita diabetes bisa
juga membaca artikel makanan diabetes melitus.
4) Merokok
Merokok merupakan salah satu
kebiasaan yang tidak baik selain minum minuman beralkohol. Merokok dapat
menjadi pemicu terjadinya diabetes. Selain merusak paru-paru, merokok juga
dapat merusak hati dan pankreas dimana hormon insulin diproduksi sehingga dapat
mengganggu produksi insulin di dalam kelenjar pankreas.
5) Kurangnya Aktivitas Fisik
Gaya hidup naik mobil ketika
berangkat kerja, naik lift ketika berada dikantor, duduk terlalu lama di depan
komputer serta kurangnya aktivitas fisik lainnya membuat sistem sekresi tubuh
berjalan lambat. Akibatnya terjadilah penumpukan lemak di dalam tubuh yang
lambat laun berat badan menjadi berlebih.
Sebagai pencegahan, Anda dapat
memperbanyak aktivitas fisik selama bekerja. Misalnya jalan kaki ketika
berangkat ke kantor, naik tangga, melakukan senam ringan sehabis duduk terlalu
lama dan lain-lain.
6) Faktor Keturunan
Diabetes juga dapat disebabkan
karena faktor keturunan atau genetika. Biasanya jika ada anggota keluarga yang
menderita diabetes, maka kemungkinan besar anaknya juga menderita penyakit yang
sama. Para ahli diabetes telah sepakat menentukan persentase kemungkinan
terjadinya diabetes karena keturunan. Jika kedua orang tuanya (bapak dan ibu)
menderita diabetes, maka kemungkinan anaknya menderita penyakit diabetes yaitu
83%. Jika salah satu orang tuanya (bapak atau ibu) adalah penderita diabetes,
maka kemungkinan anaknya menderita penyakit diabetes yaitu 53%. Sedangkan jika
kedua orang tuanya normal/tidak menderita diabetes, maka kemungkinan anaknya
menderita penyakit diabetes yaitu 15%.
3.
Klasifikasi
Menurut
American Diabetes Association (ADA) tahun 2009, klasifikasi Diabetes Melitus
adalah sbb:
1.
Diabetes Melitus tipe 1
DM tipe 1 sering dikatakan
sebagai diabetes “Juvenile onset” atau “Insulin dependent” atau “Ketosis
prone”, karena tanpa insulin dapat terjadi kematian dalam beberapa hari yang
disebabkan ketoasidosis. Istilah “juvenile onset” sendiri diberikan karena
onset DM tipe 1 dapat terjadi mulai dari usia 4 tahun dan memuncak pada usia
11-13 tahun, selain itu dapat juga terjadi pada akhir usia 30 atau menjelang
40.
Karakteristik dari DM tipe 1
adalah insulin yang beredar di sirkulasi sangat rendah, kadar glukagon plasma
yang meningkat, dan sel beta pankreas gagal berespons terhadap stimulus yang
semestinya meningkatkan sekresi insulin.
DM tipe 1 sekarang banyak
dianggap sebagai penyakit autoimun. Pemeriksaan histopatologi pankreas menunjukkan
adanya infiltrasi leukosit dan destruksi sel Langerhans. Pada 85% pasien
ditemukan antibodi sirkulasi yang menyerang glutamic-acid decarboxylase (GAD)
di sel beta pankreas tersebut. Prevalensi DM tipe 1 meningkat pada pasien
dengan penyakit autoimun lain, seperti penyakit Grave, tiroiditis Hashimoto
atau myasthenia gravis. Sekitar 95% pasien memiliki Human Leukocyte Antigen
(HLA) DR3 atau HLA DR4.
Kelainan autoimun ini diduga ada
kaitannya dengan agen infeksius/lingkungan, di mana sistem imun pada orang
dengan kecenderungan genetik tertentu, menyerang molekul sel beta pankreas yang
‘menyerupai’ protein virus sehingga terjadi destruksi sel beta dan defisiensi
insulin. Faktor-faktor yang diduga berperan memicu serangan terhadap sel beta,
antara lain virus (mumps, rubella, coxsackie), toksin kimia, sitotoksin, dan
konsumsi susu sapi pada masa bayi.
Selain akibat autoimun, sebagaian
kecil DM tipe 1 terjadi akibat proses yang idiopatik. Tidak ditemukan antibodi
sel beta atau aktivitas HLA. DM tipe 1 yang bersifat idiopatik ini, sering
terjadi akibat faktor keturunan, misalnya pada ras tertentu Afrika dan Asia.
2.
Diabetes Melitus tipe 2
Tidak seperti pada DM tipe 1, DM
tipe 2 tidak memiliki hubungan dengan aktivitas HLA, virus atau autoimunitas
dan biasanya pasien mempunyai sel beta yang masih berfungsi (walau terkadang
memerlukan insulin eksogen tetapi tidak bergantung seumur hidup). DM tipe
2 ini bervariasi mulai dari yang
predominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin relatif, sampai yang
predominan gangguan sekresi insulin bersama resistensi insulin. Pada DM tipe 2
resistensi insulin terjadi pada otot, lemak dan hati serta terdapat respons
yang inadekuat pada sel beta pankreas. Terjadi peningkatan kadar asam lemak
bebas di plasma, penurunan transpor glukosa di otot, peningkatan produksi
glukosa hati dan peningkatan lipolisis.
Defek yang terjadi pada DM tipe 2
disebabkan oleh gaya hidup yang
diabetogenik (asupan kalori yang
berlebihan, aktivitas fisik yang rendah, obesitas) ditambah kecenderungan
secara genetik. Nilai BMI yang dapat
memicu terjadinya DM tipe 2 adalah berbeda-beda untuk setiap ras.
3.
Diabetes Melitus tipe lain
- Defek genetik fungsi sel beta
Beberapa bentuk diabetes
dihubungkan dengan defek monogen pada fungsi sel beta, dicirikan dengan onset
hiperglikemia pada usia yang relatif muda (<25 tahun) atau disebut
maturity-onset diabetes of the young (MODY). Terjadi gangguan sekresi insulin
namun kerja insulin di jaringan tetap normal. Saat ini telah diketahui
abnormalitas pada 6 lokus di beberapa kromosom, yang paling sering adalah
mutasi kromosom 12, juga mutasi di kromosom 7p yang mengkode glukokinase.
Selain itu juga telah diidentifikasi kelaian genetik yang mengakibatkan ketidakmampuan mengubah
proinsulin menjadi insulin.
- Defek genetik kerja insulin
Terdapat mutasi pada reseptor
insulin, yang mengakibatkan hiperinsulinemia, hiperglikemia dan diabetes.
Beberapa individu dengan kelainan ini juga dapat mengalami akantosis nigricans,
pada wanita mengalami virilisasi dan pembesaran ovarium.
- Penyakit eksokrin pankreas
Meliputi pankreasitis, trauma,
pankreatektomi, dan carcinoma pankreas.
- Endokrinopati
Beberapa hormon seperti GH,
kortisol, glukagon dan epinefrin bekerja mengantagonis aktivitas insulin.
Kelebihan hormon-hormon ini, seperti
pada sindroma Cushing, glukagonoma, feokromositoma dapat menyebabkan
diabetes. Umumnya terjadi pada orang yang sebelumnya mengalami defek sekresi
insulin, dan hiperglikemia dapat diperbaiki bila kelebihan hormon-hormon
tersebut dikurangi.
- Karena obat/zat kimia
Beberapa obat dapat mengganggu
sekresi dan kerja insulin. Vacor (racun tikus) dan pentamidin dapat merusak sel
beta. Asam nikotinat dan glukokortikoid mengganggu kerja insulin.
- Infeksi
Virus tertentu dihubungkan dengan
kerusakan sel beta, seperti rubella, coxsackievirus B, CMV, adenovirus, dan
mumps.
- Imunologi
Ada dua kelainan imunologi yang
diketahui, yaitu sindrom stiffman dan antibodi antiinsulin reseptor. Pada
sindrom stiffman terjadi peninggian kadar autoantibodi GAD di sel beta
pankreas.
- Sindroma genetik lain
Down’s syndrome, Klinefelter
syndrome, Turner syndrome, dll.
4.
Diabetes Kehamilan/gestasional
Diabetes kehamilan didefinisikan
sebagai intoleransi glukosa dengan onset pada waktu kehamilan. Diabetes jenis
ini merupakan komplikasi pada sekitar 1-14% kehamilan. Biasanya toleransi
glukosa akan kembali normal pada trimester ketiga
4.
Patofisiologi
Pancreas yang
disebut kelenjar ludah perut, adalah kelenjar penghasil insulin yang terletak
di belakang lambung. Di dalamnya terdapat kumpulan sel yang berbentuk seperti
pulau pada peta, karena itu disebut pulau-pulau Langerhans yang berisi sel beta
yang mengeluarkan hormone insulin yang sangt berperan dalam mengatur kadar
glukosa darah. Insulin yang dikeluarkan oleh sel beta tadi dapat diibaratkan
sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu masuknya glukosa ke dalam sel,
untuk kemudian di dalam sel glukosa tersebut dimetabolisasikan menjadi tenaga.
Bila isulin tidak ada, maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel
dengan akibat kadar glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalams el dengan
akibat kadar glukosa dalam darah meningkat. Keadaan inilah yang terjadi pada
diabetes mellitus tipe 1.
Pada keadaan
diabetes mellitus tipe 2, jumlah insulin bisa normal, bahkan lebih banyak,
tetapi jumlah reseptor (penangkap) insulin di permukaan sel kurang. Reseptor
insulin ini dapat diibaratkan sebagai lubang kunci pintu masuk ke dalam sel.
Pada keadaan DM tipe 2, jumlah lubang kuncinya kurang, sehingga meskipun anak kuncinya
(insulin) banyak, tetapi karena lubang kuncinya (reseptor) kurang, maka glukosa
yang masuk ke dalam sel sedikit, sehingga sel kekurangan bahan bakar (glukosa)
dan kadar glukosa dalam darah meningkat. Dengan demikian keadaan ini sama
dengan keadaan DM tipe 1, bdanya adalah pada DM tipe 2 disamping kadar glukosa
tinggi, kadar insulin juga tinggi atau normal. Pada DM tipe 2 juga bisa
ditemukan jumlah insulin cukup atau lebih tetapi kualitasnya kurang baik,
sehingga gagal membawa glukosa masuk ke dalam sel. Di samping penyebab di atas,
DM juga bisa terjadi akibat gangguan transport glukosa di dalam sel sehingga
gagal digunakan sebagai bahan bakar untuk metabolism energy.
Sebagian besar patologi diabetes
melitus dapat dihubungkan dengan efek utama kekurangan insulin yaitu :
a.
Pengurangan penggunaan glukosa oleh sel-sel
tubuh, yang mengakibatkan peningkatan konsentrasi glukosa darah sampai setinggi
300 sampai 1200 mg per 100 ml.
b.
Peningkatan mobilisasi lemak dan daerah
penyimpanan lemak sehingga menyebabkan kelainan metabolisme lemak maupun
pengendapan lipid pada dinding vaskuler.
c.
Pengurangan protein dalam jaringan tubuh.
Keadaan patologi tersebut akan
berdampak :
1)
Hiperglikemia
Hiperglikemia
didefinisikan sebagai kadar glukosa darah yang tinggi daripada rentang kadar
puasa normal 80-90 mg/100 ml darah, atau rentang non puasa sekitar 140-160
mg/100 ml darah. (Corwin, 2001, hlm. 623).
Dalam keadaan insulin normal
asupan glukosa atau produksi glukosa dalam tubuh akan difasilitasi (oleh
insulin) untuk masuk ke dalam sel tubuh. Glukosa itu kemudian diolah untuk
menjadi bahan energi. Apabila bahan energi yang dibutuhkan masih ada sisa akan
disimpan sebagai glikogen dalam sel-sel hati dan sel-sel otot (sebagai massa
sel otot). Proses glikogenesis (pembentukan glikogen dari unsur glukosa ini
dapat mencegah hiperglikemia). Pada penderita diabetes melitus proses ini tidak
dapat berlangsung dengan baik sehingga glukosa banyak menumpuk di darah
(hiperglikemia). (Long, 1996, hlm. 11).
Secara rinci proses terjadinya
hiperglikemia karena defisit insulin tergambar pada perubahan metabolik sebagai
berikut :
a.
Transport glukosa yang melintasi membran sel-sel
berkurang.
b.
Glukogenesis (pembentukan glikogen dari glukosa)
berkurang dan tetap terdapat kelebihan glukosa dalam darah.
c.
Glikolisis (pemecahan glukosa) meningkat,
sehingga cadangan glikogen berkurang, dan glukosa “hati” dicurahkan dalam darah
secara terus menerus melebihi kebutuhan.
d.
Glukoneogenesis (pembentukan glukosa dari unsur
non karbohidrat) meningkat dan lebih banyak lagi glukosa “hati” yang tercurah
ke dalam darah hasil pemecahan asam amino dan lemak. (Long, 1996, hlm.11).
Hiperglikemia
akan mengakibatkan pertumbuhan berbagai mikroorganisme dengan cepat seperti
bakteri dan jamur. Karena mikroorganisme tersebut sangat cocok dengan daerah
yang kaya glukosa. Setiap kali timbul peradangan maka akan terjadi mekanisme
peningkatan darah pada jaringan yang cidera. Kondisi itulah yang membuat
mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi itulah yang
membuat mikroorganisme mendapat peningkatan pasokan nutrisi. Kondisi ini akan
mengakibatkan penderita diabetes melitus mudah mengalami infeksi oleh bakteri
dan jamur. (Sujono, 2008, hlm. 76).
2)
Hiperosmolaritas
Hiperosmolaritas
adalah adanya kelebihan tekanan osmotik pada plasma sel karena adanya
peningkatan konsentrasi zat. Sedangkan tekanan osmosis merupakan tekanan yang
dihasilkan karena adanya peningkatan konsentrasi larutan pada zat cair. Pada
penderita diabetes melitus terjadinya hiperosmolaritas karena peningkatan
konsentrasi glukosa dalam darah (yang notabene komposisi terbanyak adalah zat
cair). Peningkatan glukosa dalam darah akan berakibat terjadinya kelebihan
ambang pada ginjal untuk memfiltrasi dan reabsorbsi glukosa (meningkat kurang
lebih 225 mg/ menit). Kelebihan ini kemudian menimbulkan efek pembuangan
glukosa melalui urin (glukosuria). Ekskresi molekul glukosa yang aktif secara
osmosis menyebabkan kehilangan sejumlah besar air (diuresis osmotik) dan
berakibat peningkatan volume air (poliuria).
Akibat volume urin yang sangaat
besar dan keluarnya air yang menyebabkan dehidrasi ekstrasel. Dehidrasi
intrasel mengikuti dehidrasi ekstrasel karena air intrasel akan berdifusi
keluar sel mengikuti penurunan gradien konsentrasi ke plasma yang hipertonik
(sangat pekat). Dehidrasi intrasel merangsang pengeluaran ADH dan menimbulkan
rasa haus. (Corwin,2001, hlm.636).
Glukosuria dapat mencapai 5-10%
dan osmolaritas serum lebih dan 370-380 mosmols/ dl dalam keadaan tidak
terdapatnya keton darah. Kondisi ini dapat berakibat koma hiperglikemik
hiperosmolar nonketotik (KHHN). (Sujono, 2008, hlm. 77).
3)
Starvasi Selluler
Starvasi
Selluler merupakan kondisi kelaparan yang dialami oleh sel karena glukosa sulit
masuk padahal di sekeliling sel banyak sekali glukosa. Ada banyak bahan makanan
tapi tidak bisa dibawa untuk diolah. Sulitnya glukosa masuk karena tidak ada
yang memfasilitasi untuk masuk sel yaitu insulin.
Dampak dari starvasi selluler
akan terjadi proses kompensasi selluler untuk tetap mempertahankan fungsi sel.
Proses itu antara lain :
a.
Defisiensi insulin gagal untuk melakukan asupan
glukosa bagi jaringan-jaringan peripheral yang tergantung pada insulin (otot
rangka dan jaringan lemak). Jika tidak terdapat glukosa, sel-sel otot
memetabolisme cadangan glikogen yang mereka miliki untuk dibongkar menjadi
glukosa dan energi mungkin juga akan menggunakan asam lemak bebas (keton).
Kondisi ini berdampak pada penurunan massa otot, kelemahan otot, dan rasa mudah
lelah.
b.
Starvasi selluler juga akan mengakibatkan
peningkatan metabolisme protein dan asam amino yang digunakan sebagai substrat
yang diperlukan untuk glukoneogenesis dalam hati. Hasil dari glukoneogenesis
akan dijadikan untuk proses aktivitas sel tubuh.
c.
Protein dan asam amino yang melalui proses
glukoneogenesis akan dirubah menjadi CO2 dan H2O serta glukosa. Perubahan ini
berdampak juga pada penurunan sintesis protein. Proses glukoneogenesis yang
menggunakan asam amino menyebabkan penipisan simpanan protein tubuh karena
unsur nitrogen (sebagai unsur pemecah protein) tidak digunakan kembali untuk
semua bagian tetapi diubah menjadi urea dalam hepar dan dieksresikan dalam
urine. Ekskresi nitrogen yang banyak akan berakibat pada keseimbangan negative
nitrogen. Depresi protein akan berakibat tubuh menjadi kurus, penurunan
resistensi terhadap infeksi dan sulitnya pengembalian jaringan yang rusak
(sulit sembuh kalau cidera).
d.
Starvasi sel juga berdampak peningkatan
mobilisasi dan metabolisme lemak (lipolisis) asam lemak bebas, trigliserida,
dan gliserol yang akan meningkat bersirkulasi dan menyediakan substrat bagi
hati untuk proses ketogenesis yang digunakan sel untuk melakukan aktivitas sel.
Ketogenesis mengakibatkan peningkatan kadar asam organik (keton), sementara
keton menggunakan cadangan alkali tubuh untuk buffer pH darah menurun.
Pernafasan kusmaull dirangsang untuk mengkompensasi keadaan asidosis metabolik.
Diuresis osmotik menjadi bertambah buruk dengan adanya ketoanemis dan dari
katabolisme protein yang meningkatkan asupan protein ke ginjal sehingga tubuh
banyak kehilangan protein. Adanya starvasi selluler akan meningkatakan
mekanisme penyesuaian tubuh untuk meningkatkan pemasukan dengan munculnya rasa
ingin makan terus (polifagi). Starvasi selluler juga akan memunculkan gejala
klinis kelemahan tubuh karena terjadi penurunan produksi energi. Dan kerusakan
berbagai organ reproduksi yang salah satunya dapat timbul impotensi dan orggan
tubuh yang lain seperti persarafan perifer dan mata (muncul rasa baal dan mata
kabur). (Sujono, 2008, hlm. 79).
Diabetes
mellitus jangka panjang member dampak yang parah ke sistem kardiovaskular,
terjadi kerusakan di mikro dan makrovaskular.
5.
Manifestasi
klinis
Manifestasi
klinis diabetes mellitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defisiensi
insulin. Pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapatmempertahankan
kadar glukosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosasetelah makan
karbohidrat. Jika hiperglikemianya berat dan melebihi ambang ginjaluntuk zat
ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria ini akan mengakibatkan diuresisosmotik
yang meningkatkan pengeluaran urin (poliuria) dan timbul rasa haus(polidipsia).
Karena glukosa hilang bersama urin, maka pasien mengalamikeseimbangan kalori
negatif dan berat badan berkurang. Rasa lapar yang semakinbesar (polifagia)
mungkin akan timbul sebagai akibat kehilangan kalori. Selain itupasien juga
mengeluh lelah dan mengantuk (Price and Wilson, 2005).Pada diabetes tipe I,
pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis,serta dapat meninggal
jika tidak mendapatkan pengobatan dengan segera. Sedangkanpada diabetes tipe II
mungkin sama sekali tidak memperlihatkan gejala apapun, dandiagnosis hanya
dibuat berdasarkan pemeriksaan darah di laboratorium danmelakukan tes toleransi
glukosa. Biasanya pasien tidak mengalami ketoasidosiskarena pasien ini tidak
defisiensi insulin secara absolut namun hanya relatif (Priceand Wilson, 2005).
Diabetes
seringkali muncul tanpa gejala. Namun demikian ada beberapagejala yang harus
diwaspadai sebagai isyarat kemungkinan diabetes. Pada awalnya, pasien sering
kali tidak menyadari bahwa dirinya mengidap diabetes melitus, bahkan sampai
bertahun-tahun kemudian. Namun, harus dicurigai adanya DM jika seseorang
mengalami keluhan klasik DM berupa:
Ø poliuria
(banyak berkemih)
Ø polidipsia
(rasa haus sehingga jadi banyak minum)
Ø polifagia
(banyak makan karena perasaan lapar terus-menerus)
Ø penurunan
berat badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya
Jika keluhan di atas dialami oleh
seseorang, untuk memperkuat diagnosis dapat diperiksa keluhan tambahan DM
berupa:
Ø lemas,
mudah lelah, kesemutan, gatal
Ø penglihatan
kabur
Ø penyembuhan
luka yang buruk
Ø disfungsi
ereksi pada pasien pria
Ø gatal
pada kelamin pasien wanita
Diagnosis DM
tidak boleh didasarkan atas ditemukannya glukosa pada urin saja. Diagnosis
ditegakkan dengan pemeriksaan kadar glukosa darah dari pembuluh darah vena.
Sedangkan untuk melihat dan mengontrol hasil terapi dapat dilakukan dengan
memeriksa kadar glukosa darah kapiler dengan glukometer.
6.
Pemeriksaan
diagnostic
Untuk Dx DM:
pemeriksaan glukosa darah/hiperglikemia (puasa, 2 jam setelah makan/post
prandial/PP) dan setelah pemberian glukosa per-oral (TTGO).1,2,3,4,5,7
Antibodi untuk
petanda (marker) adanya proses autoimun pada sel beta adalah islet cell
cytoplasmic antibodies (ICA), insulin autoantibodies (IAA), dan antibodi
terhadap glutamic acid decarboxylase (anti-GAD). ICA bereaksi dengan antigen
yang ada di sitoplasma sel-sel endokrin pada pulau-pulau pankreas. ICA ini
menunjukkan adanya kerusakan sel. Adanya ICA dan IAA menunjukkan risiko tinggi
berkembangnya penyakit ke arah diabetes tipe 1. GAD adalah enzim yang
dibutuhkan untuk memproduksi neurotransmiter g-aminobutyric acid (GABA). Anti
GAD ini bisa teridentifikasi 10 tahun sebelum onset klinis terjadi. Jadi, 3
petanda ini bisa digunakan sebagai uji saring sebelum gejala DM muncul.2
Untuk membedakan tipe 1 dengan
tipe 2 digunakan pemeriksaan C-peptide. Konsentrasi C-peptide merupakan
indikator yang baik untuk fungsi sel beta, juga bisa digunakan untuk memonitor
respons individual setelah operasi pankreas. Konsentrasi C-peptida akan
meningkat pada transplantasi pankreas atau transplantasi sel-sel pulau
pankreas.2
1)
Sampling untuk Pemeriksaan Kadar Gula Darah
Untuk glukosa
darah puasa, pasien harus berpuasa 6–12 jam sebelum diambil darahnya. Setelah
diambil darahnya, penderita diminta makan makanan seperti yang biasa dia
makan/minum glukosa per oral (75 gr ) untuk TTGO, dan harus dihabiskan dalam
waktu 15–20 menit. Dua jam kemudian diambil darahnya untuk pemeriksaan glukosa
2 jam PP.2,3,4
Darah disentrifugasi untuk
mendapatkan serumnya, kemudian diperiksa kadar glukosanya. Bila pemeriksaan
tidak langsung dilakukan (ada penundaan waktu), darah dari penderita bisa
ditambah dengan antiglikolitik (gliseraldehida, fluoride, dan iodoasetat) untuk
menghindari terjadinya glukosa darah yang rendah palsu.2,8,9 Ini sangat penting
untuk diketahui karena kesalahan pada fase ini dapat menyebabkan hasil
pemeriksaan gula darah tidak sesuai dengan sebenarnya, dan akan menyebabkan
kesalahan dalam penatalaksanaan penderita DM.
2)
Metode Pemeriksaan Kadar Glukosa
Metode
pemeriksaan gula darah meliputi metode reduksi, enzimatik, dan lainnya. Yang
paling sering dilakukan adalah metode enzimatik, yaitu metode glukosa oksidase
(GOD) dan metode heksokinase.1,2,8,9
Metode GOD banyak digunakan saat
ini. Akurasi dan presisi yang baik (karena enzim GOD spesifik untuk reaksi
pertama), tapi reaksi kedua rawan interferen (tak spesifik). Interferen yang
bisa mengganggu antara lain bilirubin, asam urat, dan asam askorbat.2,8
Metode heksokinase juga banyak
digunakan. Metode ini memiliki akurasi dan presisi yang sangat baik dan
merupakan metode referens, karena enzim yang digunakan spesifik untuk glukosa.8
Untuk mendiagosa DM, digunakan kriteria dari konsensus Perkumpulan
Endokrinologi Indonesia tahun 1998 (PERKENI 1998) 3,4,7
3)
Pemeriksaan untuk Pemantauan Pengelolaan DM
Yang digunakan
adalah kadar glukosa darah puasa, 2 jam PP, dan pemeriksaan glycated
hemoglobin, khususnya HbA1C, serta pemeriksaan fruktosamin.2,3,4,7,10
Pemeriksaan fruktosamin saat ini jarang dilakukan karena pemeriksaan ini
memerlukan prosedur yang memakan waktu lama.7 Pemeriksaan lain yang bisa
dilakukan ialah urinalisa rutin. Pemeriksaan ini bisa dilakukan sebagai
self-assessment untuk memantau terkontrolnya glukosa melalui reduksi urin.1,7
4)
Pemeriksaan HbA1C
HbA1C adalah
komponen Hb yang terbentuk dari reaksi non-enzimatik antara glukosa dengan N
terminal valin rantai b Hb A dengan ikatan Almidin. Produk yang dihasilkan ini
diubah melalui proses Amadori menjadi ketoamin yang stabil dan
ireversibel.7,10,11 Metode pemeriksaan HbA1C: ion-exchange chromatography, HPLC
(high performance liquid chromatography), Electroforesis, Immunoassay, Affinity
chromatography, dan analisis kimiawi dengan kolorimetri.1,2,10,11
Ø Metode
Ion Exchange Chromatography: harus dikontrol perubahan suhu reagen dan kolom,
kekuatan ion, dan pH dari bufer. Interferens yang mengganggu adalah adanya HbS
dan HbC yang bisa memberikan hasil negatif palsu.2,10
Ø Metode
HPLC: prinsip sama dengan ion exchange chromatography, bisa diotomatisasi,
serta memiliki akurasi dan presisi yang baik sekali. Metode ini juga
direkomendasikan menjadi metode referensi.10
Ø Metode
agar gel elektroforesis: hasilnya berkorelasi baik dengan HPLC, tetapi
presisinya kurang dibanding HPLC. Hb F memberikan hasil positif palsu, tetapi
kekuatan ion, pH, suhu, HbS, dan HbC tidak banyak berpengaruh pada metode ini.
Ø Metode
Immunoassay (EIA): hanya mengukur HbA1C, tidak mengukur HbA1C yang labil maupun
HbA1A dan HbA1B, mempunyai presisi yang baik.2
Ø Metode
Affinity Chromatography: non-glycated hemoglobin serta bentuk labil dari HbA1C
tidak mengganggu penentuan glycated hemoglobin, tak dipengaruhi suhu. Presisi
baik. HbF, HbS, ataupun HbC hanya sedikit mempengaruhi metode ini, tetapi
metode ini mengukur keseluruhan glycated hemoglobin, sehingga hasil pengukuran
dengan metode ini lebih tinggi dari metode HPLC.2,10
Ø Metode
Kolorimetri: waktu inkubasi lama (2 jam), lebih spesifik karena tidak
dipengaruhi non-glycosylated ataupun glycosylated labil. Kerugiannya waktu
lama, sampel besar, dan satuan pengukuran yang kurang dikenal oleh klinisi,
yaitu m mol/L.10
5)
Interpertasi Hasil Pemeriksaan HbA1C
HbA1C akan
meningkat secara signifikan bila glukosa darah meningkat. Karena itu, HbA1C
bisa digunakan untuk melihat kualitas kontrol glukosa darah pada penderita DM
(glukosa darah tak terkontrol, terjadi peningkatan HbA1C-nya ) sejak 3 bulan
lalu (umur eritrosit). HbA1C meningkat: pemberian Tx lebih intensif untuk
menghindari komplikasi 2,3,4,5,7,10,11
Nilai yang dianjurkan PERKENI
untuk HbA1C (terkontrol): 4%-5,9%.4 Jadi, HbA1C penting untuk melihat apakah
penatalaksanaan sudah adekuat atau belum.1,18 Sebaiknya, penentuan HbA1C ini
dilakukan secara rutin tiap 3 bulan sekali.4
6)
Pemeriksaan untuk Memantau Komplikasi DM
Komplikasi
spesifik DM: aterosklerosis, nefropati, neuropati, dan retinopati. Pemeriksaan
laboratorium bisa dilakukan untuk memprediksi beberapa dari komplikasi spesifik
tersebut, misalnya untuk memprediksi nefropati dan gangguan aterosklerosis.2,3,4,6,7
7)
Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Pemeriksaan
untuk memantau komplikasi nefropati: mikroalbuminuria serta heparan sulfat
urine (pemeriksaan ini jarang dilakukan).1,2,3,4,5,6,7,12,13,1,15,16
Pemeriksaan lainnya yang rutin adalah pemeriksaan serum ureum dan kreatinin
untuk melihat fungsi ginjal.
Mikroalbuminuria: ekskresi
albumin di urin sebesar 30-300 mg/24 jam atau sebesar 20-200 mg/menit.2,3,6,14
Mikroalbuminuria ini dapat berkembang menjadi makroalbuminuria. Sekali
makroalbuminuria terjadi maka akan terjadi penurunan yang menetap dari fungsi
ginjal. Kontrol DM yang ketat dapat memperbaiki mikroalbuminuria pada beberapa
pasien, sehingga perjalanan menuju ke nefropati bisa diperlambat.3,4,6
Pengukuran mikroalbuminuria secara semikuantitatif dengan menggunakan strip
atau tes latex agglutination inhibition, tetapi untuk memonitor pasien tes-tes
ini kurang akurat sehingga jarang digunakan. Yang sering adalah cara
kuantitatif: metode Radial Immunodiffusion (RID), Radio Immunoassay (RIA), Enzym-linked
Immunosorbent assay (ELISA), dan Immunoturbidimetry. Metode kuantitatif
memiliki presisi, sensitivitas, dan range yang mirip, serta semuanya
menggunakan antibodi terhadap human albumin.2,6,12,14 Sampel yang digunakan
untuk pengukuran ini adalah sampel urine 24 jam.
8)
Interpretasi Hasil Pemeriksaan Mikroalbuminuria
Menurut
Schrier et al (1996), ada 3 kategori albuminuria, yaitu albuminuria normal (200
mg/menit).2,17 Pemeriksaan albuminuria sebaiknya dilakukan minimal 1 X per
tahun pada semua penderita DM usia > 12 tahun.17
Pemeriksaan untuk Komplikasi
Aterosklerosis
Pemeriksaan untuk memantau
komplikasi aterosklerosis ini ialah profil lipid, yaitu kolesterol total, low
density lipoprotein cholesterol (LDL-C), high density lipoprotein cholesterol
(HDL-C), dan trigliserida serum, serta mikroalbuminuria.4,5,7,18 Pada
pemeriksaan profil lipid ini, penderita diminta berpuasa sedikitnya 12 jam
(karena jika tidak puasa, trigliserida > 2 jam dan mencapai puncaknya 6 jam
setelah makan).
9)
Pemeriksaan untuk Komplikasi Lainnya
Pemeriksaan lainnya untuk melihat
komplikasi darah dan analisa rutin. Pemeriksaan ini bisa untuk melihat adanya
infeksi yang mungkin timbul pada penderita DM. Untuk pemeriksaan laboratorium
infeksi, sering dibutuhkan kultur (pembiakan), misalnya kultur darah, kultur
urine, atau lainnya. Pemeriksaan lain yang juga seringkali dibutuhkan adalah
pemeriksaan kadar insulin puasa dan 2 jam PP untuk melihat apakah ada kelainan
insulin darah atau tidak. Kadang-kadang juga dibutuhkan pemeriksaan lain untuk
melihat gejala komplikasi dari DM, misalnya adanya gangguan keseimbangan
elektrolit dan asidosis/alkalosis metabolik maka perlu dilakukan pemeriksaan
elektrolit dan analisa gas darah. Pada keadaan ketoasidosis juga dibutuhkan
adanya pemeriksaan keton bodies, misalnya aceton/keton di urine, kadar asam
laktat darah, kadar beta hidroksi butarat dalam darah, dan lain-lainnya. Selain
itu, mungkin untuk penelitian masih dilakukan pemeriksaan biomolekuler,
misalnya HLA (Human Lymphocyte Antigen) serta pemeriksaan genetik lain.
7.
Komplikasi
·
Komplikasi akut
1. Hipoglikemia
Hipoglikemia,
yaitu keadaan dalam kadar gula darah yang rendah, terjadi apabila kadar glukosa
darah turun dibawah 50 mg/ dl.
Keadaan
hipoglikemi ini dapat terjadi akibat :
a. Pemberian
insulin atau obat oral yang berlebihan
b. Konsumsi
makanan yang terlalu sedikit atau
c. Karena
aktivitas fisik yang berat.
Hipoglikemia
dapat terjadi setiap saat pada siang atau malam hari. Kejadian ini dapat
terjadi sebeum makan, khususnya jika makan yang tertunda atau bila pasien lupa
makan snack /selingan.
2. Diabetik Ketoasidosis
Diabetes
ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukup jumlah
insulin yang nyata. Keadaan ini mengakibatkan gangguan metabolisme karbohidrat,
protein dan lemak. Ada tiga gambaran klinik yang penting pada diabetes
ketoasidosis :
a. Dehidrasi
b. Kehilangan
elektrolit
c. Asidosis
(Kelebihan asam di dalam tubuh)
Keadaan ini
bila tidak ditangani maka akan menyebabkan penderita jatuh koma.
·
Komplikasi Kronik:
(1)
Komplikasi Makrovaskular (Pembuluh darah besar)
Mekanisme
terjadinya komplikasi makrovaskular ini umumnya dihasilkan dari suatu
inflamasi/ proses radang yang kronis dan
adanya perlukaan pada dinding arteri di daerah perifer maupun pada sistem
pembuluh darah koroner.
Pasien dengan
DM tipe 2 memiliki resiko 15 – 40% menderita stroke. Resiko stroke ini
berkaitan dengan kemungkinan demensia dengan tingkat kekambuhan yang tinggi
sehingga semakin meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas dari diabetes
melitus itu sendiri.
(2)
Komplikasi Mikrovaskular
A.
Diabetik retinopati (komplikasi pada organ mata)
Merupakan komplikasi mikrovaskular dari diabetes mellitus yang
paling sering ditemukan. Diabetes retinopati menjadi salah satu penyebab utama
terjadinya kebutaan setiap tahunnya di Amerika Serikat.
Kemungkinan terjadinya retinopati pada penderita DM atau
komplikasi- mikrovaskular lainnya tergantung pada durasi dan derajat keparahan
dari kondisi hiperglikemia yang berlangsung.
B.
Diabetic Nefropati (gangguan ginjal akibat diabetes)
Pasien dengan diabetes melitus sering mengalami gangguan ginjal.
Prevalensi nefropati diabetik sekitar 15 tahun dari onset awal diabetes, jadi
biasanya terjadi pada pasien berusia lanjut (antara 50-70 tahun). Penyakit ini
cukup progresif dan dapat menyebabkan kematian dalam 2 atau 3 tahun dari lesi
pertama, dan lebih banyak terjadi pada pria.
Menurut National Kidney Foundation 2010, resiko nefropati akan
semakin meningkat pada penderita diabetes dengan usia > 65 tahun, memiliki
hipertensi, memiliki anggota keluarga dengan penyakit ginjal kronik, serta
merupakan keturunan Asia India atau Indian Amerika. Kelompok individu dengan
kriteria yang disebutkan di atas merupakan kelompok resiko tinggi
Faktor resiko terjadinya komplikasi ginjal pada diabetes
Adapun yang menjadi faktor resiko dari munculnya nefropati
sebagai komplikasi dari diabetes adalah:
a.
Durasi menderita diabetes yang lama,
b.
Hipertensi,
c.
Merokok
d.
Obesitas
e. Hiperlipidemia
Yang pada akhirnya secara perlahan namun pasti dapat menyebabkan
perubahan struktur renal yang mendukung berlangsungnya penurunan fungsi ginjal
itu sendiri.
C.
Diabetik Neuropati (komplikasi diabetes pada susunan syaraf)
Besarnya angka kejadian diabetik neuropati mencapai 20-24% pada
seluruh penderita diabetes dan sekitar 50% pasien berkembang PDN 25 tahun
setelah diagnosis awal DM
Gejala umumnya diawali sebagai nyeri dimulai dari kaki, diikuti
kedua tungkai bawah bagian distal kemudian terakhir baru ke lengan atas. Nyeri
yang dirasakan dapat berupa sensasi seperti rasa terbakar, ditusuk-tusuk
ataupun hanya berupa kekakuan semata. Rasa nyeri yang ditimbulkan umumnya juga
disertai dengan hilangnya sensansi sensoris dan cenderung terasa lebih berat
derajat nyerinya di malam hari.
Lebih dari 50% pasien melaporkan adanya gangguan dalam aktivitas
hidup sehari-hari akibat nyeri, termasuk dalam hal mobilitas, bekerja, tidur,
rekreasi dan aktivitas sehari-hari. Disfungsi Seksual khususnya impotensi pada
laki-laki merupakan salah satu komplikasi diabetes yang paling ditakuti.
- Penatalaksanaan
medis
Tujuan
utama terapi diabetes adalah mencoba menormalkan aktifitas insulin dan kadar
glukosa darah dan upaya untuk mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler, serta
neuropatik. Ada 5 komponen dalam penatalaksanaan diabetes ;
- Diit
- Latihan
- Pemantauan
- Terapi (jika diperlukan)
- Pendidikan/penyuluhan tentang DM
- Penatalaksanaan Diet
Prinsip
umum
Penatalaksanaan
nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk mencapai tujuan berikut ini :
a)
Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin,
mineral)
b)
Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
c)
Memenuhi kebutuhan energi
d)
Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang aman
dan praktis
e)
Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
f)
Perencanaan makan
g)
Komposisi
h)
KH : 60-70%
i)
Lemak : 20-25%
j)
Protein : 10-15 %
k)
Jumlah kalori yang disesuaikan dengan pertumbuhan status gizi,
umur, status akut dan kegiatan jasmani untuk mencapai berat badan ideal.
l)
Kolesterol < 300 mg/H, kandungan serat ± 25 gr/H
m)
Konsumsi garam dibatasi ( ada hipertensi)
- Latihan jasmani
Dianjurkan latihan jasmani teratur 3-4 kali tiap minggu selama ±
0,5 jam yang sifatnya sesuai CRIPE ( continous, rytmical, interval, progresive,
endurance training).
a)
Continous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus menerus tanpa
berhenti. Contoh bila dipilih joging 30 menit, maka selama 30 menit pasien
melakukan joging tanpa istirahat.
b)
Rythmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu
otot-otot berkontraksi dan rileksasi secara teratur. Contoh jalan kaki :
joging, lari, berenang, bersepeda, mendayung, main golf, tenis dan badminton
tidak memenuhi syarat karena banyak berhenti
c)
Interval
Latihan dilakukan secara selang-seling antara gerak cepat dan
lambat. Contoh jalan cepat diselingi jalan lambat, joging diselingi jalan, dan
sebagainya.
d)
Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari
intensitas riogen sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
Sasaran heart rate : 75-85 %
Max heart rate : 920 umur
e)
Endurance Training
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi
seperti jalan ( jalan santai/cepat, sesuai umur), joging, berenang dan
bersepeda.
Ø
Terapi
Obat hipoglikemi oral (OHO)
a)
Sulfonilurea
Bekerja dengan cara:
-
menstimulasi pelepasan insulin yang tersimpan
-
menurunkan ambang sekresi insulin
-
menaikkan sekresi insulin sebagai akibat rangsangan glukosa
b)
Biguanid
Menurunkan kadar glukosa darah tapi tidak sampai dibawah normal
c)
Inhibitor α glukosidase : obat ini bekerja secara kompetitif
menghambat kerja enzim α glukosidase didalam saluran cerna, sehingga menurunkan
penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia pasca prandial.
d)
Insulin sensitizing agent : thoazolidinediones adalah golongan
obat yang mempunyai efek farmakologi menaikkan sensetivitas insulin sehingga
bisa mengatasi masalah resistensi insulin dan berbagai
masalah akibat resistensi insulin tanpa menyebabkan hipoglikemia.
Insulin
Indikasi pengunaan insulin pada NIDDM adalah
·
DM dengan berat badan menuruncepat/kurus
·
Ketoasidosis, asidosis laktat dan koma hiperosmolar
·
DM mengalami stres berat ( infeksi sistemik, operasi berat dan
lain-lain)
·
DM dengan kehamilan / DM gestasional yang tidak terkendali
dengan perencanaan makan
·
DM yang tidak berhasil dikelola dengan obat hipoglikemik oral
dosis maksimal atau ada kontra indikasi dengan obat tersebut
Ø
Penyuluhan
Penyuluhan untuk pencegahan primer : Kelompok resiko tinggi
Materi
penyuluhan : Faktor-faktor yang berpengaruh pada timbulnya diabetes dan usaha
untuk mengurangi faktor resiko tersebut
Penyuluhan
untuk pencegahan skunder : Kelompok pasien diabetes terutama yang baru
- Materi penyuluhan
- Apa itu diabetes mellirus
- Penatalaksanaan diabetes
- Obat-obat untuk diabetes
- Perencanaan makan
- Diabetes dengan kegiatan jasmani/olah raga
- Materi penyuluhan tingkat lanjutan
- Mengenai dan mencegah komplikasi akut DM
- Penatalaksanaan DM selama menderita penyakit lain
- Makan diluar rumah
- Perencanaan untuk kegiatan-kegiatan khusus
- Pemeliharaan/ perawatan kaki
Penyuluhan untuk pencegahan tersier : Pasien diabetes yang sudah
mengalami komplikasi
- Materi penyuluhan
- Maksud dan tujuan cara pengobatan pada komplikasi
kronik diabetes
- Upaya rehabilitasi yang dapat dilakukan
- Kesabaran dan ketangguhan untuk dapat menerima dan
memanfaatkan keadaan dengan komplikasi kronik
Ø
Panduan praktis menu diet untuk
penyakit DM
- Makanan yang tidak dianjurkan untuk penderita DM
Makanan
yang cepat terserap menjadi gula, spt: gula pasir, gula jawa, buah-buahan yang
diawetkan dengan gula, dodol, bolu,selai, kue-kue manis, permen, permen
cokelat, biscuit, sirup, soft drink, susu kental manis dan es krim.
- Makanan yang dianjurkan
Makanan
yang nengandung karbohidrat dan tinggi serat dan tidak terlalu halus, spt: roti
biji gandum, ubi jalar, kentang, talas, biscuit berserat, sayur-sayuran,
kacang-kacangan, dan buah-buahan segar.
- Sumber serat dari sayur-sayuran
Kembang
kol, tauge, ketimun, rebung, jamur segar, seledri, kangkung, pepaya muda, labu
siam, selada, gambas, lobak, cabai hijau besar, labu, terong, tomat dan sawi.
- Buah-buahan yang dianjurkan
Buah-buahan
yang kurang manis, spt: pepaya, kedondong, salak, pisang, apel.
- Buah-buahan yang dihindari/dibatasi, spt :
Sawo,
nenas, rambutan, durian, nangka, anggur.
Contoh
Menu Berdasarkan Daftar Bahan Makanan Penukar
KEBUTUHAN
BAHAN MAKANAN DALAM PENUKAR DIET 1700 KALORI
SEHARI
(P)
|
PAGI
(P)
|
SIANG
(P)
|
SORE
(P)
|
SNACK
(P)
|
|
· Nasi/Penukar
· Ikan/Penukar
· Daging/Penukar
· Tempe/Penukar
· Sayuran
A
· Sayuran
B
· Buah/Penukar
· Minyak/Penukar
|
5
2
1
3
S
2
4
4
|
1
-
1
-
S
-
-
-
|
2
1
-
1
1
1
2
|
2
1
-
1
S
1
1
2
|
-
-
-
-
-
2
-
|
Ket
: S = Sekehendak
CONTOH
MENU DM 1700 KALORI
Waktu
|
Bhn
Makanan Penukar
|
Kebutuhan
Bahan
|
Contoh
Menu
|
PAGI
|
Roti
Margarin
Telur
|
2
iris
½
sdm
1
btr
|
Roti
panggang
Margarin
Telur
rebus
Teh
panas
|
10.00
|
Pisang
|
1
buah
|
Pisang
|
SIANG
|
Nasi
Udang
Tahu
Minyak
Sayuran
Kelapa
Jeruk
|
11/2
gelas
5
ekor
1
potong
½
sdm
1
gelas
5
sdm
1
buah
|
Nasi
Oseng-oseng
Udang,tahu,cabe
ijo
Urap
sayuran
Jeruk
|
16.00
|
Duku
|
16
buah
|
Duku
|
MALAM
|
Nasi
Ayam
Kacang
merah
Sayuran
Minyak
Apel
Malang
|
11/2
gelas
1
potong
2
sdm
1
gelas
½
sdm
1
buah
|
Nasi
Sop
ayam + Kacang merah
Tumis
sayuran
Apel
|
Sumber
: * Practice guidelines for medical nutrition therapy provided by
dietition for persons with NIDDM. J Am Diet Assoc. 1995.
· PB
PERKENI, 1993: Konsensus pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia
Ø
Anjuran gizi seimbang pada penderita
Diabetes
a.
Makanlah aneka ragam makanan.
b.
Makanlah makanan untuk memenuhi kecukupan energi (capai dan
pertahankan berat badan normal).
c.
Makanlah makanan sumber karbohidrat, sebagian dari kebutuhan
energi (pilih karbohidrat kompleks dan serat, batasi karbohidrat sederhana)
d.
Batasi konsumsi lemak, minyak dan santan sampai seperempat
kecukupan energi.
e.
Gunakan garam beryodium (gunakan garam secukupnya saja).
f.
Makanlah makanan sumber zat besi (Fe)
g.
Berikan ASI saja pada bayi sampai umur 4 bulan
h.
Biasakan makan pagi
i.
Minumlah air bersih, aman dan cukup jumlahnya
j.
Lakukan kegiatan fisik dan jasmani secara teratur
k.
Hindari minuman beralkohol
l.
Makan makanan yang aman bagi kesehatan
m.
Bacalah label pada makanan yang dikemas
KONSEP ASUHAN
KEPERAWATAN
1.
Diaknosa
keperawatan yang mungkin muncul
a.
Perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan
nutrisi yang
tidak adekuat, masukan dibatasi.
b.
Kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi
metabolik, insufisiensi insulin,
peningkatan
kebutuhan energi.
c.
Perubahan membran mukosa mulut berhubungan
dengan efek obat, xerostomia,
kesulitan
mengunyah, perubahan pengecapan, oral hygiene tidak adekuat, gigi rusak atau
hilang.
d.
Kurang pengetahuan tentang masalah dan
penanganan penyakit berhubungan dengan kurang mendapat informasi.
2.
Intervensi
Diagnosa a : Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan masukan nutrisi yang
tidak adekuat.
Tujuan keperawatan: Menjamin
masukan nutrisi yang adekuat.
Intervensi
|
Rasional
|
1.Timbang berat badan klien
(tanyakan berapa berat badan terakhir).
2.Anjurkan klien makan makanan
porsi sedikit tapi sering.
3.Anjurkan klien untuk
menghindari kopi, alkohol, dan merokok
4.Anjurkan mengkonsumsi vitamin
B kompleks, tambahan diet lain sesuai indikasi.
5.Berikan klien petunjuk
makanan sehari-hari untuk lansia
|
1.Memberikan informasi tentang
kebutuhan diet/keefektifan intervensi.
2.Makanan sedikit menurunkan
kelemahan dan membantu proses pemulihan.
3.Kafein dapat meningkatkan
aktivitas lambung, rokok dapat mengurangi sekresi pancreas sehingga
menghambat netralisasi asam lambung, juga memacu kerja jantung.
4.Memperbaiki kekurangan dan
membantu proses penyembuhan.
5.Membantu klien untuk mengatur
pola diet sehari-hari.
|
Diagnosa b : Kelelahan
berhubungan dengan penurunan produksi energi metabolik, kebutuhan energi
meningkat.
Tujuan keperawatan : Menunjukkan
peningkatan tingkat energi
Intervensi
|
Rasional
|
1.Anjurkan klien untuk
melakukan aktivitas yang dapat ditoleransi\
2.Anjurkan klien untuk
istirahat yang cukup
3.Kaji faktor yang dapat
meningkatkan dan mengurangi kelelahan
4.Diskusikan bersama klien
hal-hal apa yang dapat menimbulkan kelelahan
|
1.Mencegah kelelahan yang
berlebihan
2.Mengembalikan energi yang
telah terpakai / pengumpulan energi.
3.Membantu dalam pembuatan
diagnosa dan kebutuhan terapi ataupun intervensi
4.Memberi kesempatan kepada
klien untuk bersama-sama perawat mengidentifikasi hal-hal / aktivitas yang
perlu dihindari.
|
Diagnosa c : Perubahan
membran mukosa mulut berhubungan dengan efek obat, xerostomia, kesulitan
mengunyah, perubahan pengecapan, oral hygiene tidak adekuat, gigi rusak atau
hilang.
Tujuan keperawatan : Menjamin
perbaikan membran mukosa mulut
Intervensi
|
Rasional
|
1.Beritahu klien bahwa mulut
yang kering dapat disebabkan oleh efek obat dan harus dievaluasi sebelum
memulai obat simptomatik.
2.Beri tahu klien bahwa
mengunyah permen karet atau menhisap permen yang asem dapat merangsang
produksi saliva (bila dapat ditoleransi)
3.Anjurkan klien untuk minum
10-12 gelas/hari
4.Anjurkan klien untuk
menghindari mencuci mulut dengan bahan yang mengandung alkohol.
5.Anjurkan klien untuk menghindari
rokok
6.Anjurkan klien agar teratur
dalam melakukan oral hygiene
|
1.Memberikan pemahaman kepada
klien tentang sebab keringnya mukosa mulut dan pentingnya untuk melakukan
evaluasi.
2.Sebagai informasi bagi klien
tentang cara lain untuk mencegah mulut kering
3.Membantu memberikan
kelembaban pada mukosa mulut.
4.Dapat menimbulkan eksoserbasi
pada mulut.
5.Rokok dapat menimbulkan
eksoserbasi pada mulut dan dapat mengiritasi membran mukosa mulut.
6.Mulut yang kering dapat
meningkatkan resiko kerusakan lidah dan gigi.
|
Diagnosa d : Kurang
pengetahuan tentang masalah dan penanganannya berhubungan dengan kurang
mendapat informasi.
Tujuan keperawatan : Meningkatkan
pengetahuan klien tentang pengertian penyakit, faktor yang dapat mendukung
munculnya masalah kesehatan yang dihadapi dan penanganannya: Meningkatkan
kesadaran klien tentang pengaturan diet dan kebiasaan makan.
Intervensi
|
Rasional
|
1.Kaji pengetahuan klien
tentang masalah kesehatan yang dialami.
2.Identifikasi bersama klien
kebiasaan yang memungkinkan munculnya masalah
3.Anjurkan klien untuk teratur
mengkonsumsi obat-obatan penurun glukosa darah sesuai resep (kolaborasi)
4.Berikan klien daftar zat-zat
yang harus dihindari (misalnya: kafein, nikotin, permen, coklat, makanan yang
manis, dll)
5.Anjurkan klien untuk
menyesuaikan diet dengan makanan yang disukai, pola makan dan jumlah yang
dibutuhkan.
6.Jelaskan kepada klien
informasi tentang diabetes mellitus yang meliputi: pengertian, penyebab,
gejala klinik dan cara penanggulangannya.
7.Berikan dorongan kepada klien
untuk mematuhi semua saran-saran yang disampaikan oleh perawat.
8.Berikan klien kesempatan
bertanya tentang hal-hal yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi
|
1.Membantu menentukan hal
spesifik yang akan menjadi topik/materi penyuluhan.
2.Membantu klien
mengidentifikasi hubungan kebiasaan dengan masalah yang dihadapi saat ini.
3.Memberikan dorongan kepada
klien agar konsisten terhadap program penyembuhan.
4.Memberikan informasi kepada
klien dan panduan agar dapat dipatuhi.
5.Memberi kesempatan kepada
klien untuk bekerjasama dengan perawat dalam pengaturan diet.
6.Informasi yang diberikan
kepada klien bertujuan untuk memberikan pemahaman tentang hal-hal yang
berhubungan dengan DM dan penanganannya.
7.Meningkatkan kesadaran klien
tentang pengaturan diet dan kebiasaan makan.
8.Memberikan kesempatan kepada
klien untuk mencari informasi tentang hal-hal yang belum diketahui dan
dipahami.
|
DAFTAR PUSTAKA
ü Arif
Mansjoer, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3,Jilid
I, Media Aesculapius
FKUI Jakarta
ü Brunner
& Suddarth. (2002). Keperawatan medikal bedah, volume 2.
Jakarta: EGC.
ü Doenges,
M. E, et all. (1999). Rencana asuhan keperawatan. Jakarta:
EGC
ü Miller,
C.A. (1995). Nursing care of Older Adults, Theory and
Practice. Philadelphia : J.B. Lippincott Company
ü Nettina,
S.M. (2002), Pedoman Praktek Keperawatan, Penerbit EGC Jakarta
ü Soeparman
& Waspadji,. (1998),. Ilmu penyakit dalam, (jilid 1).
Jakarta: FK UI
ü Utama,
H. (2004). Penatalaksanaan Diabetes Melitus Terpadu.s
Jakarta: FK UI
ü PB.
PERKENI. (2002). Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus di Indonesia.
ü http:
//www.homestead.com/ dr erik /kodrat2. html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar